Wednesday, March 31, 2010

media relations : bab I problem statement

Program Televisi Berpengaruh Pada Pola Pikir Anak
by : KidZona Media Relation Team


BAB I
PROBLEM STATEMENT

Di antara berbagai media massa, televisi memainkan peran yang terbesar dalam menyajikan informasi yang tidak layak dan terlalu dini bagi anak-anak. Menurut para pakar masalah media dan psikologi, di balik keunggulan yang dimilikinya, televisi berpotensi besar dalam meninggalkan dampak negatif di tengah berbagai lapisan masyarakat, khususnya anak-anak. Memang terdapat usaha untuk menggerakkan para orangtua agar mengarahkan anak-anak mereka supaya menonton program atau acara yang dikhususkan untuk mereka saja, namun pada prakteknya, sedikit sekali orangtua yang memperhatikan ini.

Kecemasan orangtua terhadap dampak menonton televisi bagi anak-anak memang sangat beralasan, mengingat bahwa banyak penelitian menunjukkan televisi memang memiliki banyak pengaruh baik negatif maupun positif. Yang dikhawatirkan dari kalangan orang tua adalah anak-anak yang belum mampu membedakan mana yang baik dan buruk serta mana yang pantas dan tidak pantas, karena media televisi mempunyai daya tiru yang sangat kuat bagi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak.

Namun demikian harus diakui bahwa kebutuhan untuk mendapatkan hiburan, pengetahuan dan informasi secara mudah melalui televisi juga tidak dapat dihindarkan. Televisi, selain selalu tersedia dan amat mudah diakses, juga menyuguhkan banyak sekali pilihan, ada sederet acara dari tiap stasiun televisi, tinggal bagaimana pemirsa memilih acara yang dibutuhkan, disukai dan sesuai dengan selera.

Banyak hal yang belum diketahui oleh seorang anak, oleh karena itu kalau tidak ada yang memberi tahu ia akan mencari sendiri dengan mencoba-coba dan meniru dari orang dewasa. Apakah hasil percobaan maupun peniruannya benar atau salah, anak mungkin tidak tahu.

Sebagian orangtua bahkan tak peduli acara apa yang ditonton anaknya. Sepanjang si anak tidak bertanya atau bercerita, umumnya orangtua merasa apa pun yang disuguhkan televisi sebagai “teman” anaknya selama mereka tidak berada di rumah tak perlu dipermasalahkan.

Kalau ada pengaruh buruk televisi terhadap sebagian orang, maka sebagian lainnya menganggap hal itu sama sekali bukan urusannya. Padahal, sangat mungkin pengaruh buruk itu pun mengenai anggota keluarganya, hanya dia tak cukup jeli atau punya cukup waktu untuk memperhatikannya.

Meskipun belakangan ini sebagian stasiun televisi sudah mencantumkan tanda bahwa program itu untuk orang dewasa, memerlukan bimbingan orangtua, atau memang acara yang dianggap pantas ditonton anak-anak, kenyataannya hanya sekitar 15 persen saja anak yang mengatakan selama menonton televisi didampingi oleh orangtuanya.

Memang tak semua pengaruh televisi bisa langsung tampak akibatnya pada anak-anak yang menjadi pemirsanya. Mungkin karena itulah sampai sekarang masih banyak orangtua yang membiarkan apa pun acara yang ingin ditonton anaknya, sepanjang itu tak lebih dari pukul 21.00.

Sebagian orangtua beranggapan, stasiun televisi telah menyeleksi program acaranya. Dengan demikian, semua acara yang ditayangkan sebelum sekitar pukul 21.00 relatif aman untuk konsumsi anak-anak. Padahal kalau dicermati, tak sedikit acara sebelum pukul 21.00 yang sebenarnya tak pantas ditonton anak-anak. Misalnya, film-film Warkop yang jelas-jelas selalu menyerempet pada hal-hal berbau seks.

Televisi telah mengubah cara berpikir anak. Anak-anak yang terlalu banyak menonton televisi biasanya akan tumbuh menjadi sosok yang sulit berkonsentrasi dan kurang perhatian pada lingkungan sekitar. Mereka hanya terpaku pada televisi.

Anak-anak lebih bersifat pasif dalam berinteraksi dengan TV, bahkan seringkali mereka terhanyut dalam dramatisasi terhadap tayangan yang ada di televisi. Disatu sisi TV menjadi sarana sebagai media informasi, hiburan bahkan bisa sebagai kemajuan kehidupan, namun disisi lain TV dapat menularkan efek yang buruk bagi sikap, pola pikir, perilaku anak.

Televisi tidak bisa dipungkiri, kini boleh jadi telah menjadi pengasuh setia masyarakat. Tak terkecuali anak-anak. Yang jadi masalah, kalau anak-anak menonton tayangan televisi yang tidak sesuai dengan usianya. Misalnya, tayangan seks dan kekerasan. Anak-anak yang masih rentan daya kritisnya, akan mudah sekali terpengaruh dengan isi dan materi tayangan televisi yang ditontonnya, dan pengaruhnya bisa terbawa sampai mereka dewasa.

Oleh sebab itu para orang tua senantiasa diingatkan untuk menerapkan kontrol yang ketat terhadap kebiasaan menonton televisi bagi anak-anaknya. Karena kalau tidak dimulai dari sekarang, dampaknya sangat membahayakan buat perkembangan jiwa mereka.

Kekerasan di televisi membuat anak menganggap kekerasan adalah jalan untuk menyelesaikan masalah. Dampak menonton televisi bagi anak-anak. Antara lain bisa menimbulkan ketagihan dan ketergantungan serta pola hidup konsumtif di kalangan anak-anak. Anak-anak akan merasa pantas untuk menuntut apa saja yang ia inginkan.

Terlepas dari baik buruknya tayangan televisi yang ditonton seorang anak, pola menonton televisi yang tidak terkontrol akan menimbulkan dampak psikologis bagi anak-anak.

Yang pertama, ketrampilan anak jadi kurang berkembang. Usia anak adalah usia dimana si anak sedang mengembangkan segala kemampuannya seperti kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dengan orang lain dan kemampuan mengemukakan pendapat. Dampak lainnya, disadari atau tidak, perilaku-perilaku yang dilihat di televisi akan menjadi satu memori dalam diri si anak dan akibatnya si anak menjadi meniru yang bisa berkembang menjadi karakter pribadinya di kemudian hari, kalau tidak segera diantisipasi. Jadi jangan heran, kalau orangtua melihat tingkah anaknya yang kasar atau suka mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas diucapkan, meski orang tua setengah mati meyakinkan bahwa mereka tidak pernah mendidik anaknya seperti itu. Bisa jadi, itu akibat pola menonton televisi yang tidak terkontrol.

Secara umum ada tiga lingkungan yang sangat mempengaruhi kualitas mental dan spiritual anak, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan sosial budaya yang berhubungan dengan nilai-nilai serta norma-norma yang berlaku di masyarakat, termasuk di dalamnya pengaruh televisi, buku dan media massa. Ketiga lingkungan tersebut saling menopang dalam mempengaruhi perkembangan dan pembentukan karakter anak.

Sebenarnya, lingkungan kedua dan ketiga dapat dikontrol pengaruhnya jika lingkungan pertama yakni orang tua dalam hal ini keluarga mampu memaksimalkan perhatiannya terhadap pengasuhan dan pendidikan anak-anak. Kita sangat paham bahwa anak adalah makhluk aktif yang tengah dalam penjelajahan mencari dunianya. Ia membutuhkan pemandu agar ia tidak salah dalam memilih jalan hidupnya. Pemandu itu tidak lain adalah orang tua dan para pendidik (guru). Karena itu, orang tua ataupun guru, sebagai pendidik normal, perlu memahami bagaimana cara menumbuh kembangkan anak, serta memahami pula teknik-teknik bagaimana berinteraksi dengan anak yang sesuai dengan aqidah serta fleksibel dengan tuntutan jaman.

Pengaruh Televisi pada Anak

- Pengaruh fisik
Anak-anak yang banyak menonton televisi cenderung memiliki masalah kegemukan. Karena biasanya, sambil menonton televisi mulut mereka terus mengunyah junk food atau camilan terlalu banyak. Akhirnya selera makan mereka pada makanan sehat menurun. Selain itu, pembakaran kalori tubuh saat menonton televisi jauh lebih sedikit dibandingkan jika mereka aktif bermain. Anak-anak yang sudah benar-benar tenggelam konsentrasi menonton televisi, metabolismennya menurun hingga di bawah rata-rata normal pada saat anak istirahat.

- Pengaruh psikis
Banyaknya iklan di televisi mendorong anak jadi konsumtif. Anak-anak yang banyak menonton televisi juga cenderung lebih agresif dibandingkan dengan yang jarang. Program televisi yang menayangkan kekerasan memperkenalkan sifat agresif pada anak. Televisi juga bisa merampas waktu bermain anak-anak dan memotong komunikasi sosial mereka. Padahal yang paling penting dikembangkan pada anak-anak adalah kemampuan berinteraksi dan bersosialisasi dengan teman atau orang lain. Sedangkan menonton televisi adalah pasif dan tidak ada proses tidak interaktif meskipun orang lain berada di dekatnya.

Dampak-Dampak yang Terjadi pada Pengaruh Televisi

- Berpengaruh terhadap perkembangan otak
Terhadap perkembangan otak anak usia 0-3 tahun dapat menimbulkan gangguan perkembangan bicara, menghambat kemampuan membaca-verbal maupun pemahaman. Juga, menghambat kemampuan anak dalam mengekspresikan pikiran melalui tulisan, meningkatkan agresivitas dan kekerasan dalam usia 5-10 tahun, serta tidak mampu membedakan antara realitas dan khayalan.

- Mendorong anak menjadi konsumtif
Anak-anak merupakan target pengiklan yang utama sehingga mendorong mereka menjadi konsumtif.

- Berpengaruh terhadap Sikap
Anak yang banyak menonton TV namun belum memiliki daya kritis yang tinggi, besar kemungkinan terpengaruh oleh apa yang ditampilkan di televisi. Mereka bisa jadi berpikir bahwa semua orang dalam kelompok tertentu mempunyai sifat yang sama dengan orang di layar televisi. Hal ini akan mempengaruhi sikap mereka dan dapat terbawa hingga mereka dewasa.

- Mengurangi semangat belajar
Bahasa televisi simpel, memikat, dan membuat ketagihan sehingga sangat mungkin anak menjadi malas belajar.

- Membentuk pola pikir sederhana
Terlalu sering menonton TV dan tidak pernah membaca menyebabkan anak akan memiliki pola pikir sederhana, kurang kritis, linier atau searah dan pada akhirnya akan mempengaruhi imajinasi, intelektualitas, kreativitas dan perkembangan kognitifnya.

- Mengurangi konsentrasi
Rentang waktu konsentrasi anak hanya sekitar 7 menit, persis seperti acara dari iklan ke iklan, akan dapat membatasi daya konsentrasi anak.

- Mengurangi kreativitas
Dengan adanya TV, anak-anak jadi kurang bermain, mereka menjadi manusia-manusia yang individualistis dan sendiri. Setiap kali mereka merasa bosan, mereka tinggal memencet remote control dan langsung menemukan hiburan. Sehingga waktu liburan, seperti akhir pekan atau libur sekolah, biasanya kebanyakan diisi dengan menonton TV. Mereka seakan-akan tidak punya pilihan lain karena tidak dibiasakan untuk mencari aktivitas lain yang menyenangkan. Ini membuat anak tidak kreatif.

- Meningkatkan kemungkinan obesitas (kegemukan)
Kita biasanya tidak berolahraga dengan cukup karena kita biasa menggunakan waktu senggang untuk menonton TV, padahal TV membentuk pola hidup yang tidak sehat. Penelitian membuktikan bahwa lebih banyak anak menonton TV, lebih banyak mereka mengemil di antara waktu makan, mengonsumsi makanan yang diiklankan di TV dan cenderung memengaruhi orangtua mereka untuk membeli makanan-makanan tersebut. Anak-anak yang tidak mematikan TV sehingga jadi kurang bergerak beresiko untuk tidak pernah bisa memenuhi potensi mereka secara penuh. Selain itu, duduk berjam-jam di depan layar membuat tubuh tidak banyak bergerak dan menurunkan metabolisme, sehingga lemak bertumpuk, tidak terbakar dan akhirnya menimbulkan kegemukan.

- Merenggangkan hubungan antar anggota keluarga
Kebanyakan anak kita menonton TV lebih dari 4 jam sehari sehingga waktu untuk bercengkrama bersama keluarga biasanya ‘terpotong’ atau terkalahkan dengan TV. 40% keluarga menonton TV sambil menyantap makan malam, yang seharusnya menjadi ajang ’berbagi cerita’ antar anggota keluarga. Sehingga bila ada waktu dengan keluarga pun, kita menghabiskannya dengan mendiskusikan apa yang kita tonton di TV. Rata-rata, TV dalam rumah hidup selama 7 jam 40 menit. Yang lebih memprihatinkan adalah terkadang masing-masing anggota keluarga menonton acara yang berbeda di ruangan rumah yang berbeda.

- Matang secara seksual lebih cepat
Banyak sekali sekarang tontonan dengan adegan seksual ditayangkan pada waktu anak menonton TV sehingga anak mau tidak mau menyaksikan hal-hal yang tidak pantas baginya. Dengan gizi yang bagus dan rangsangan TV yang tidak pantas untuk usia anak, anak menjadi balig atau matang secara seksual lebih cepat dari seharusnya. Dan sayangnya, dengan rasa ingin tahu anak yang tinggi, mereka memiliki kecenderungan meniru dan mencoba melakukan apa yang mereka lihat. Akibatnya seperti yang sering kita lihat sekarang ini, anak menjadi pelaku dan sekaligus korban perilaku-perilaku seksual. Persaingan bisnis semakin ketat antar Media, sehingga mereka sering mengabaikan tanggung jawab sosial,moral & etika.


No comments:

Post a Comment