Hilangnya Kontrol Dalam Tontonan Ruang Publik
Makin beragamnya tayangan khusus untuk anak-anak di televisi, ternyata tidak selalu menguntungkan bagi masa depan anak-anak Indonesia. Pasalnya, ternyata sebagian besar tontonan televisi saat ini masuk kategori berbahaya bagi anak-anak.
Anak-anak dirangsang untuk berperilaku keras dan mengucapkan kata-kata kotor akibat tontonan anak-anak yang tidak sehat di televisi. Lebih jauh dari itu, akibat maraknya tontonan anak-anak yang tidak sehat di televisi, anak-anak cenderung dituntun untuk ikut brutal. Kenyataan ini sudah sering dikeluhkan, tetapi herannya, pihak stasiun televisi pun cenderung mengabaikan keluhan masyarakat. Stasiun televisi itu seperti tidak peduli dengan keluhan masyarakat yang cemas melihat maraknya tayangan tidak sehat untuk anak-anak. Orang tua mestinya juga jeli memperhatikan tayangan-tayangan di televisi, yang umumnya tidak sehat untuk ditontonan anak usia sekolah dasar, apalagi jika masih di taman kanak-kanak.
Menurut data AGB Nielsen Media Research, anak-anak usia sekolah dasar menonton televisi 30-35 jam per minggu atau 4-5 jam khusus di hari Minggu atau libur. Nah, berapa jam tontonan yang mereka saksikan dalam setahun? Mencapai 1.500 jam. Sedangkan jam belajar mereka di sekolah negeri hanya 750 jam setahun. Jadi, bisa dimengerti kalau banyak orangtua khawatir dan sangat cemas terhadap tayangan anak-anak di televisi.
“Kita perhatikan, banyak acara televisi sekarang tidak mencantumkan klasifikasi acaranya, apakah tayangan itu untuk anak-anak, remaja, atau dewasa. Mestinya hal itu dicantumkan, karena KPI sudah menyerukan hal tersebut sejak tahun lalu." ujar Vera, seorang ibu rumah tangga yang khawatir akan tontonan anaknya.
Tontonan di ruang publik sekarang ini sepertinya tidak ada lagi kontrol. Tontonan orang dewasa dan anak-anak kadang bercampur baur. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bisa lebih agresif melakukan kontrol atau mungkin mengajak organ masyarakat lainnya untuk melakukan kontrol atau tekanan secara konstruktif terhadap stasiun televisi yang menayangkan program yang tidak lagi mendidik.
Anak-anak dirangsang untuk berperilaku keras dan mengucapkan kata-kata kotor akibat tontonan anak-anak yang tidak sehat di televisi. Lebih jauh dari itu, akibat maraknya tontonan anak-anak yang tidak sehat di televisi, anak-anak cenderung dituntun untuk ikut brutal. Kenyataan ini sudah sering dikeluhkan, tetapi herannya, pihak stasiun televisi pun cenderung mengabaikan keluhan masyarakat. Stasiun televisi itu seperti tidak peduli dengan keluhan masyarakat yang cemas melihat maraknya tayangan tidak sehat untuk anak-anak. Orang tua mestinya juga jeli memperhatikan tayangan-tayangan di televisi, yang umumnya tidak sehat untuk ditontonan anak usia sekolah dasar, apalagi jika masih di taman kanak-kanak.
Menurut data AGB Nielsen Media Research, anak-anak usia sekolah dasar menonton televisi 30-35 jam per minggu atau 4-5 jam khusus di hari Minggu atau libur. Nah, berapa jam tontonan yang mereka saksikan dalam setahun? Mencapai 1.500 jam. Sedangkan jam belajar mereka di sekolah negeri hanya 750 jam setahun. Jadi, bisa dimengerti kalau banyak orangtua khawatir dan sangat cemas terhadap tayangan anak-anak di televisi.
“Kita perhatikan, banyak acara televisi sekarang tidak mencantumkan klasifikasi acaranya, apakah tayangan itu untuk anak-anak, remaja, atau dewasa. Mestinya hal itu dicantumkan, karena KPI sudah menyerukan hal tersebut sejak tahun lalu." ujar Vera, seorang ibu rumah tangga yang khawatir akan tontonan anaknya.
Tontonan di ruang publik sekarang ini sepertinya tidak ada lagi kontrol. Tontonan orang dewasa dan anak-anak kadang bercampur baur. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bisa lebih agresif melakukan kontrol atau mungkin mengajak organ masyarakat lainnya untuk melakukan kontrol atau tekanan secara konstruktif terhadap stasiun televisi yang menayangkan program yang tidak lagi mendidik.
No comments:
Post a Comment