Para ahli mengkawatirkan bahwa kehidupan manusia dan ekosistem alam tidak akan mampu beradaptasi terhadap perubahan iklim yang sangat cepat. Suatu ekosistem adalah terdiri dari lingkungan biotik dan abiotik di wilayah tertentu. Pemanasan global dapat menyebabkan banyak kerusakan.
Penyebab pemanasan global
Para ilmuwan mulai menyelidiki pemanasan global yang terjadi sejak akhir abad 18. Sebagian besar ahli berkesimpulan bahwa kegiatan manusialah yang menjadi penyebab utama meningkatnya pemanasan global yang seringkali dikenal dengan efek rumahkaca. Efek rumah kaca memanaskan bumi melalui suatu proses yang kompleks yang berhubungan dengan sinar matahari, gas, dan partikel-partikel yang ada di atmosfer. Gas-gas yang menahan panas di atmosfer disebut gas rumah kaca.
Kegiatan manusia yang menimbulkan pemanasan global adalah pembakaran minyak bumi, batu bara, dan gas alam dan pembukaan lahan. Sebagian besar pembakaran berasal dari asap mobil, pabrik, dan pembangkit tenaga listrik. Pembakaran minyak fosil ini menghasilkan carbon dioxide (CO2), yakni gas rumah kaca yang menghambat radiasi panas ke angkasa ruang. Pohon-pohon dan berbagai tanaman menyerap CO2 cari udara selama proses fotosintesis untuk menghasilkan makanan. Pembukaan lahan dengan menebangi pohon-pohon ikut meningkatkan jumlah CO2 karena menurunkan penyerapan CO2, dan dekomposisi dari tumbuhan yang telah mati juga meningkatkan jumlah CO2.
Pengaruh pemanasan global
Pemanasan global yang terus menerus dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan. Tanaman dan binatang yang hidup di dalam laut menjadi terganggu. Binatang dan tumbuhan di daratan terdorong untuk berpindah ke habitat yang baru. Pola cuaca menjadi berubah menyebabkan tibulnya banjir besar, kekeringan, angin kencang, dan badai yang besar. Mencairnya es di kutub mengakibatkan peningkatan tinggi permukaan air laut. Penyakit-penyakit menyerang manusia secara meluas dan terjadi penurunan hasil panen di beberapa wilayah.
-Gangguan kehidupan laut
Dengan adanya pemanasan global suhu permukaan air laut menjadi lebih hangat, sehingga meningkatkan tekanan bagi ekosistem laut seperti batu karang yang menjadi putih. Pada proses ini karang-karang melepaskas ganggang yang memberikan warna dan makanan pada karang, sehingga karang menjadi putih dan mati. Peningkatan suhu air juga membantu menyebarkan penyakit-penyakit yang sangat mempengaruhi kehidupan mahkluk-mahkluk di dalam laut.
-Perubahan habitat
Pergeseran secara luas terjadi pada habitat-habitat tanaman dan binatang. Beberapa spesies sangat sulit untuk dapat bertahan di habitatnya sekarang. Beberapa tanaman bunga tidak dapat berbunga tanpa mengalami musim dingin yang benar-benar dingin. Dan kegiatan manusia telah mempersulit tumbuhan dan binatang untuk mencapai habitat barunya bahkan tidak memungkinkan bagi tumbuhan dan binatang untuk mencari habitat baru.
-Gangguan Cuaca
Kondisi cuaca yang ekstrim bisa sering terjadi sehingga lebih menambah daya rusak. Perubahan pola hujan dapat meningkatkan banjir dan kekeringan di beberapa daerah. Angin ribut dan badai tropis bisa muncul dengan kekuatan yang lebih besar.
-Meningkatnya permukaan air laut
Kondisi cuaca yang ekstrim bisa sering terjadi sehingga lebih menambah daya rusak. Perubahan pola hujan dapat meningkatkan banjir dan kekeringan di beberapa daerah. Angin ribut dan badai tropis bisa muncul dengan kekuatan yang lebih besar.
-Mengancam kesehatan manusia
Penyakit-penyakit tropis seperti malaria dan demam dapat menyebar kewilayah yang lebih luas. Penderita kanker kulit juga meningkat. Gelombang panas yang terus menerus dapat menyebabkan penyakit dan kematian. Banjir dan kekeringan meningkatkan kelaparan dan kekurang gizi.
-Perubahan hasil panen
Kanada dan sebagian rusia bisa jadi lebih diuntungkan dengan meningkatnya hasil panen, tetapi peningkatan yang terjadi tidak sebanding dengan kerugian yang disebabkan oleh kekeringan dan kenaikan suhu terutama apabila melebihi beberapa derajad celsius. Panen di wilayah tropis menurun drastis karena suhu sedemikian tingginya sehingga tidak dapat ditolerir oleh tanaman.
-Membatasi pemanasan global
Para ilmuwan mempelajari cara-cara untuk membatasi pemanasan global. Kunci utamanya adalah:
1.membatasi emisi CO2
2.menyembunyikan karbon yang juga membantu mencegah karbon dioksida memasuki atmosfer atau mengambil CO2 yang ada.
-Membatasi emisi CO2
Tehnik yang efektif untuk membatasi emisi karbon ada dua yakni mengganti energi minyak dengan sumber energi lainnya yang tidak mengemisikan karbon dan yang kedua penggunaan energi minyak sehemat mungkin.
Energi alternatif yang dapat digunakan diantaranya angin, sinar matahari, energi nuklir, dan panas bumi. Kincir angin dapt merubah energi angin menjadi energi listrik. Sinar matahari juga dapat dirubah menjadi energi listrik atau sumber panas yang bisa dimanfaatkan seperti pemanas air, kompor matahari, dll. Energi panas bumi bisa dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik. Sumber energi alternatif memang lebih mahal dibanding energi minyak namun penelitian lebih lanjut akan membantu untuk lebih menekan biaya.
-Penggunaan minyak bumi secara efisien
Emisi CO2 dapat dikurangi jika mobil-mobil bisa lebih hemat bahan bakar. Para ilmuwan dan insinyur telah bekerja untuk menciptakan mesin yang hemat bahan bakar. Penemuan-penemuan telah mengembangkan alat untuk menggantikan mesin pembakaran atau menggunakan mesin yang lebih kecil. Sebuah mobil dengan tenaga batery listrik telah memasuki pasar, tetapi masih dilengkapi dengan mesin kecil berbahan bakar minyak. Bahan bakar sel yakni sebuah alat yang mampu merubah energi kimia menjadi energi listrik bisa dikembangkan untuk mobil-mobil di masa depan.
Menyembunyikan karbon dapt dilakukan dengan dua cara :
1.Di bawah tanah atau penyimpanan air tanah
2.Penyimpanan di dalam tumbuhan hidup
Perubahan iklim global
Perubahan iklim global merupakan malapetaka yang akan datang! Kita telah mengetahui sebabnya – yaitu manusia yang terus menerus menggunakan bahan bakar yang berasal dari fosil seperti batu bara, minyak bumi dan gas bumi. Kita sudah mengetahui sebagian dari akibat pemanasan global ini – yaitu mencairnya tudung es di kutub, meningkatnya suhu lautan, kekeringan yang berkepanjangan, penyebaran wabah penyakit berbahaya, banjir besar-besaran, coral bleaching dan gelombang badai besar. Kita juga telah mengetahui siapa yang akan terkena dampak paling besar – Negara pesisir pantai, Negara kepulauan, dan daerah Negara yang kurang berkembang seperti Asia Tenggara.
Pemanasan Global, Hoax kah?
Beberapa pekan yang lalu, negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa telah sepakat untuk mengurangi emisi gas CO2 dengan target yang cukup ambisius yaitu pengurangan emisi sebesar 20% hingga 2020. Bahkan Inggris berencana untuk mengurangi emisi CO2-nya sebesar 60% hingga 2050.
Isu pemanasan global memang sedang hangat dibahas di Eropa, apalagi dengan adanya fenomena musim dingin yang hangat di tahun 2006-2007 ini dan semakin banyaknya fenomena “penyimpangan” cuaca seperti badai dan angin ribut yang secara ekonomi sangat merugikan. Juga dengan semakin banyaknya data yang menunjukkan penambahan laju mencairnya es di kutub utara. Dan semua itu, menurut sebagian besar pakar, terjadi karena meningkatnya kandungan gas rumah kaca dari hasil kegiatan manusia (antropogenik), maka dari itu wajar saja kalau apa yang dibicarakan oleh para pemimpin dunia saat ini adalah menurunkan emisi gas rumah kaca tersebut.
Tahun 2006 sendiri oleh WMO ditetapkan sebagai tahun terpanas ke-6, dimana temperatur permukaan rata-rata global tahun 2006 lebih hangat 0.42°C dari harga rata-rata tahunan pada periode 1961-1990. Bahkan menurut NOAA, tahun 2006 tercatat sebagai tahun terpanas di Amerika, dimana berdasarkan data harga rata-ratanya, tahun 2006 1,2°C lebih hangat daripada rata-rata temperatur di abad ke-20 dan 0,04°C lebih panas daripada tahun 1998. Bahkan menurut laporan WMO, jika harga rata-rata suhu permukaan dipisahkan antara Bumi belahan utara (BBU) dan selatan (BBS), maka kenaikan suhu permukaan di BBU jauh lebih tinggi daripada BBS. Di BBU harga temperatur permukaan rata-rata 0,58°C di atas harga rata-rata 30 tahun yang besarnya 14,6°C (terpanas ke-4 sejak tahun 1861) sementara di BBS 0,26°C di atas harga rata-rata 30 tahun yang besarnya 13,4°C (terpanas ke-7 sejak tahun 1861).
Sejauh ini sebenarnya masih terjadi pro dan kontra tentang pemanasan global ini (dan juga penyebab utamanya), karena selain mereka yang marak menyuarakan terjadinya pemanasan global dengan (salah satu) indikator naiknya suhu permukaan Bumi, ada juga sebagian ahli yang masih menyangsikan data naiknya suhu permukaan yang dikemukakan oleh mereka yang pro tersebut. Selain itu, faktor utama penyebab pemanasan global pun masih jadi perdebatan dan diskusi yang hangat hingga akhir ini.
Salah satu dari mereka (para ahli) yang masih menyangsikan adanya pemanasan global adalah Prof. Bjarne Andresen dari Universitas Kopenhagen. Beliau menganggap bahwa isu pemanasan global lebih kental unsur politisnya daripada ilmiahnya. Hal ini dikemukakannya tentu bukan tanpa argumentasi yang jelas. Beliau yang bekerjasama dengan Prof. Christopher Essex dari Universitas Ontario Barat dan Prof. Ross McKitrick dari Universitas Guelph, keduanya di Ontario Kanada telah mencoba menganalisis topik tentang pemanasan global ini dan telah mereka publikasikan dalam Jurnal Non-Equilibrium Thermodynamics.
Pernyataan tentang terjadinya pemanasan global yang diberikan oleh para pakar yang pro didasarkan pada asumsi umum atmosfer Bumi dan lautan menjadi hangat dalam 50 tahun terakhir yang terjadi akibat kecenderungan (trend) naiknya suhu global yang merupakan hasil dari perhitungan njelimet dan perata-rataan suhu udara yang diukur di seluruh dunia. Menurut Prof. Andresen yang pakar termodnamika, adalah tidak mungkin berbicara tentang suhu sendirian pada sesuatu yang rumit seperti iklim di Bumi. Suhu hanya bisa ditentukan pada sebuah sistem yang homogen. Lebih dari itu, iklim tidak dibentuk oleh suhu sendirian. Perbedaan suhu akan menyebabkan terjadinya sebuah proses dan menghasilkan badai, arus laut dan lain-lain yang membentuk iklim. Menurut beliau metode yang sekarang digunakan untuk menentukan suhu global dan kesimpulan yang diambil dari metode tersebut lebih bersifat politis daripada ilmiah.
Selain ketiga profesor tersebut, masih ada juga pakar lain yang punya pendapat menarik, terutama berkaitan dengan faktor penyebab utama perubahan iklim (climate change) di Bumi ini. Lagi-lagi pakar yang punya pendapat menarik ini ternyata berasal dari Denmark juga, yaitu Henrik Svensmark and Eigil Friis-Christensen. Menurut mereka, faktor utama yang kemungkinan besar menjadi penyebab utama dari perubahan iklim di Bumi adalah sinar kosmik, dan bukan gas rumah kaca.
Sekitar sepuluh tahun yang lalu mereka berhipotesa bahwa sinar kosmik dari angkasa mempengaruhi iklim di Bumi dengan cara mempengaruhi pembentukan awan di atmosfer bagian bawah. Hipotesa ini didasarkan pada adanya korelasi yang kuat antara tingkat radiasi kosmik dan penutupan awan dimana semakin besar radiasi kosmik semakin besar pula penutupan awan. Awan mendinginkan iklim di Bumi karena ia memantulkan kembali sekitar 20% radiasi Matahari ke angkasa.
Menurut mereka, selama abad ke-20 pemasukan (influx) cahaya kosmik berkurang akibat berlipatgandanya medan magnetik Matahari yang memperisai (menghalangi) Bumi dari sinar kosmik. Berdasarkan pada hipotesa di atas, sedikitnya radiasi kosmik berarti sedikit pulalah terjadinya pembentukan awan di atmosfer Bumi. Akibatnya, suhu di Bumi menjadi hangat, seperti yang terjadi sekarang ini.
No comments:
Post a Comment